Gebrakan Hari Santri 2017 ; Menguatkan Pesantren Secara Utuh

endidikan pesantren memiliki dua hal penting yang diemban. Beban spertama ilmiah dan moral. Hal ini menjadi konsen penting yang terus diaktualisasikan dalam dunia pesantren. Dalam rangkaian silaturahim daerah AyoMondok Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta; kali ini menggelar seminar nasional dengan tema “Revitalisasi Pondok Pesantren untuk Penguatan Perguruan Tinggi Islam”. Bertempat di Graha Institut Agama Islam Negeri Surakarta hadir Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama; KH. Abdul Ghafarrozin, Sejarawan Universitas Sebelas Maret; Hermanu Joebagyo, Rektor IAIN Surakarta; H. Mudofir dan guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga; H. Abdul Munir Mulkhan.

Hari Santri Nasional yang telah tiga tahun ini diperingati menjadi momen penting untuk terus menjaga akhlak santri dan meningkatkan kompetensinya. Pesantren sebagai jangkar keislaman tak dapat dipisahkan dari ilmu agama. Selain itu, pesantren masih mengakui hal yang ghaib.

“Resolusi jihad (baca landasan HASSAN), bukan hanya dari NU, Mas Mansur, PERSIS, ini kemengan umat Islam Indonesia,” papar Gus Rozin (sapaan akrab)

Kekuatan pesantren tak hanya pengajaran tapi juga pendidkan. Membentuk kepribadian secara utuh terhadap santinya. Selain itu, santri mudah berdiaspora. Dengan banyaknya jumlah santri bisa dimulai dari mana saja tak harus linier dengan keilmuan yang dimilikinya.

Selain narasumber yang hadir, tampak Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama ; H. Kamaruddin memberikan pidato kunci. Banyak afirmasi dari pemerintah kepada pesantren.

Gebrakan Hari Santri 2017 ; Menguatkan Pesantren Secara Utuh


“Apa yang kami rumuskan bukan hanya ilmu agama, tapi juga ada life skill, supaya pondok pesantren punya ketrampilan. Tapi ilmu agama tetap harus kuat.” ungkap Kamar.

Dalam lintasan sejarah secara garis besar Hermanu membenarkan bahwa peran santri dalam kontribusi bangsa ini sangat besar. Disisi yang lain; Abdul Munir menjelaskan pesatren harus mau dan mampu menganalisa perkembangan zaman. Gus Rozin menambahkan adanya teknologi dan kerumunan dunia digital pihak pesantren seharusnya tidak memandang teknologi sebagai hal yang tabu tetapi lebih sebagai sarana dan mitra dalam penyebaran ilmu dan ideologi Islam yang rahmatan lil alamin.

Langkah kongkret dilakukan IAIN Surakarta dengan membacakan Risalah Solo yang berisikan sembilan poin pada intinya terdapat sinergitas antara perguruan tinggi Islam dan pesantren dalam membangun, mengembangkan kualitas pendidikan masa depan untuk kemajuan bangsa dan peradaban.

Komentar